Sejarah dan Misteri Nama Kota Cianjur – Cianjur
merupakan salah satu nama daerah yang ada di Jawa Barat. Daerah
tersebut sangat terkenal karena memiliki produksi beras yang berkualitas
tinggi dan melimpah. Cianjur juga dikenal masih memiliki udara dan
lingkungan yang asri. Kata Cianjur sendiri merupakan kata yang diambil
dari Bahasa Sunda yang memang merupakan bahasa khas dari provinsi Jawa
Barat.
Dalam Bahasa Indonesia, Cianjur memiliki
arti ‘banyak air’. Namun, berbeda dengan masyarakat yang hidup didaerah
tersebut bahwa nama Cianjur ternyata memiliki kisah sejarah tersendiri.
Lalu bagaimana kisah tersebut?
Pada jaman dahulu hiduplah seorang
petani yang sukses dan kaya raya. Ia memiliki sawah dan perkebunan yang
luas juga hasil panen yang selalu melimpah. Untuk mengurus pertaniannya
tersebut, ia memburuhkannya kepada warga sekitar agar mengerjakan dan
mengolah lahan yang ia miliki tersebut. Namun, sayangnya sang petani
kaya memiliki sifat yang kikir. Meski memiliki harta yang melimpah, ia
tidak sekalipun mau membantu orang lain yang mengalami kesusahan oleh
sebab itu warga menyebutnya sebagai petani kikir.
Petani tersebut memiliki seorang putra
yang bernama Tetep. Untung saja Tetep tidak mewarisi sifat kikir dari
ayahnya. Ia adalah seorang pemuda yang sangat baik hati dan juga
penolong. Ias sering membantu orang lain tanpa sepengetahuan ayahnya
sebab ayahnya tersebut akan memarahinya.
Menurut kepercayaan warga setempat
apabila saat musim panen tiba maka sebaiknya dilakukan acara syukuran
sebagai tanda rasa bersyukur kepada Tuhan atas hasil panen yang
didapatkan dan apabila tidak dilakukan maka hasil panen beikutnya akan
gagal.
Mendengar hal tersebut petani kikir
takut hal itu akan terjadi oleh sebaa itu dengan terpaksa petani kikir
mengadakan acara syukuran dengan mengundang warga sekitar untuk makan
bersama. Warga sangat senang mengetahui hal tersebut dan mengira bahwa
petani kiki telah berubah menjadi seseorang yang murah hati dan para
wargapun berbondong- bondong mendatangi rumah petani tersebut.
Sesampainya di rumah petani kikir,
alangkah kecewanya warga sebab makanan yang dihidangkan ternyata
sangatlah sedikit sehingga banyak warga yang tidak mendapatkan makanan.
Selain itu makanan yang disajikan juga sangat sederhana jauh dari hasil
panen yang dihasilkan oleh petani kikir tersebut. suatu ketika ada
seorang nenek tua datang karena melihat sedang dilaksanakan acara.
Nenek tua tersebut telah melakukan
perjalanan jauh dan merasa lapar lalu ia hendak meminta makanan kepada
petani kikir. Namun bukannya makanan yang didapat, nenek tua tersebut
malah mendapat caci maki dari petani kikir dan mengusirnya. Melihat hal
tersebut Tetep merasa sangat iba pada nenek tua dan memberikan jatah
makannya. Nenek tua itupun sangat sedih namun ia terharu pada tingkah
laku putra petani tersebut. Nenek tua melanjutkan kembali perjanalannya
hingga tiba diatas bukit dna melihat rumah petani kikir yang megah dari
kejauhan.
Ia pun meminta doa kepada yang maha
kuasa agar petani kikir tersebut mendapatkan pelajaran. Ia pun
menancapkan tongkat kayu kedalam tanah dan dari tanah tersebut
mengalirlah air yang lama- lama semakin deras dan mulai menggenangi desa
tempat petani kikir tersebut berada. Para warga dan Tetep melarikan
diri agar tidak tenggelam namun petani kikir tersebut justru masuk ke
dalam rumah untuk menyelamatkan harta bendanya. Desa merekapun tenggelam
dan para warga harus berpindah tempat tinggal. Sedangkan petani kiki
tewas tenggelam bersama dengan harta yang ia sayangi.
Sesampainya disuatu daerah yang baru,
para warga bangkit membangun desa tempat ia tinggal dan Tetep diangkat
menjadi kepala desa. Para warga sangat senang dan mematuhi semua anjuran
Tetep. Tetep selalu memberi nasihat dan pelajaran bagaimana cara
bertani dari pengalaman ayahnya. Desa baru merekapun maju dan sejahtera.
Keran Tetep sang kepala desa sering memberikan anjuran maka para warga
menamakan desa tersebut sebagai desa Anjuran yang kemudian lama-lama
tersebut sebagai desa Cianjur.
Daftar Bupati/Dalem Cianjur
Tiga abad silam merupakan saat bersejarah bagi Cianjur. Karena berdasarkan sumber – sumber tertulis , sejak tahun 1614 daerah Gunung Gede dan Gunung Pangrango ada di bawah Kesultanan Mataram. Tersebutlah sekitar tanggal 12 Juli 1677, Raden Wiratanu putra R.A. Wangsa Goparana Dalem Sagara Herang mengemban tugas untuk mempertahankan daerah Cimapag dari kekuasaan kolonial Belanda yang mulai menanamkan kekuasaan di tanah nusantara. Upaya Wiratanu untuk mempertahankan daerah ini juga erat kaitannya dengan desakan Belanda / VOC saat itu yang ingin mencoba menjalin kerjasama dengan Sultan Mataram Amangkurat I.
Namun sikap patriotik Amangkurat I yang tidak mau bekerjasama dengan Belanda / VOC mengakibatkan ia harus rela meninggalkan keraton tanggal 12 Juli 1677. Kejadian ini memberi arti bahwa setelah itu Mataram terlepas dari wilayah kekuasaannya.
Pada pertengahan abad ke 17 ada perpindahan rakyat dari Sagara Herang yang mencari tempat baru ke pinggiran sungai untuk bertani dan bermukim. Babakan atau kampoung mereka dinamakan menurut nama sungai dimana pemukiman itu berada. Seiring dengan itu Raden Djajasasana putra Aria Wangsa Goparana dari Talaga keturunan Sunan Talaga, terpaksa meninggalkan Talaga karena masuk Islam, sedangkan para Sunan Talaga waktu itu masih kuat memeluk Hindu.
Sebagaimana daerah beriklim tropis, maka di wilayah Cianjur utara tumbuh subur tanaman sayuran, teh dan tanaman hias. Di wilayah Cianjur Tengah tumbuh dengan baik tanaman padi, kelapa dan buah-buahan. Sedangkan di wilayah Cianjur Selatan tumbuh tanaman palawija, perkebunan teh, karet, aren, cokelat, kelapa serta tanaman buah-buahan. Potensi lain di wilayah Cianjur Selatan antara lain obyek wisata pantai yang masih alami dan menantang investasi.
Aria Wangsa Goparana kemudian mendirikan Nagari Sagara Herang dan menyebarkan Agama Islam ke daerah sekitarnya. Sementara itu Cikundul yang sebelumnya hanyalah merupakan sub nagari menjadi Ibu Nagari tempat pemukiman rakyat Djajasasana. Beberapa tahun sebelum tahun 1680 sub nagari tempat Raden Djajasasana disebut Cianjur (Tsitsanjoer-Tjiandjoer).
Berdasarkan sumber dari Wikipedia, Kabupaten Cianjur memiliki 36 orang yang pernah menjadi Bupati/Dalem dari tahun 1677 sampai 2011. Berikut daftar nama Bupati/Dalem Kabupaten Cianjur sampai tahun 2011:
- R.A. Wira Tanu I (1677-1691)
- R.A. Wira Tanu II (1691-1707)
- R.A. Wira Tanu III (1707-1727)
- R.A. Wira Tanu Datar IV (1927-1761)
- R.A. Wira Tanu Datar V (1761-1776)
- R.A. Wira Tanu Datar VI (1776-1813)
- R.A.A. Prawiradiredja I (1813-1833)
- R. Tumenggung Wiranagara (1833-1834)
- R.A.A. Kusumahningrat (Dalem Pancaniti) (1834-1862)
- R.A.A. Prawiradiredja II (1862-1910)
- R. Demang Nata Kusumah (1910-1912)
- R.A.A. Wiaratanatakusumah (1912-1920)
- R.A.A. Suriadiningrat (1920-1932)
- R. Sunarya (1932-1934)
- R.A.A. Suria Nata Atmadja (1934-1943)
- R. Adiwikarta (1943-1945)
- R. Yasin Partadiredja (1945-1945)
- R. Iyok Mohamad Sirodj (1945-1946)
- R. Abas Wilagasomantri (1946-1948)
- R. Ateng Sanusi Natawiyoga (1948-1950)
- R. Ahmad Suriadikusumah (1950-1952)
- R. Akhyad Penna (1952-1956)
- R. Holland Sukmadiningrat (1956-1957)
- R. Muryani Nataatmadja (1957-1959)
- R. Asep Adung Purawidjaja (1959-1966)
- Letkol R. Rakhmat (1966-1966)
- Letkol Sarmada (1966-1969)
- R. Gadjali Gandawidura (1969-1970)
- Drs. H. Ahmad Endang (1970-1978)
- Ir. H. Adjat Sudrajat Sudirahdja (1978-1983)
- Ir. H. Arifin Yoesoef (1983-1988)
- Drs. H. Eddi Soekardi (1988-1996)
- Drs. H. Harkat Handiamihardja (1996-2001)
- Ir. H. Wasidi Swastomo, Msi (2001-2006)
- Drs. H. Tjetjep Muchtar Soleh, MM (2006-2011)
- Drs. H. Tjetjep Muchtar Soleh, MM (2011-2016)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar